NH. Dini di Tepi Senja.. 23.40

By Ana Rusli

Gerimis masih mencuci Bumi. Udara pagi menyengat sumsum tulang. Notes Anno Aldetrix di Facebook ini cukup menghentak rasa. Miris, mengetahui NH. Dini novelis terkenal di tahun 30-an mengalami kesulitan dana untuk pembiayaan kesehatannya akibat penyakit Hepatitis B.Betapa buramnya kehidupan penulis. Mencatat realitas, terkenal dan dilupakan. Apakah pemerintah kita telah imun kehidupan penulis kita ? Padahal tak sedikit diantaranya mencatat sebuah sejarah dan peristiwa pada zamannya. 

Sebut saja Buya Hamka,A.A.Navis, Achdiat K Mihardja, Sutan Takdir Alisyahbana,Amir Hamzah dan penulis lainnya. Bila menilik kisah hidup penulis, alam bawah sadar kita akan berpikir, “ pemerintah bersikap apriori terhadap perkembangan kebudayaan dan sastra. 

Yang tersisa kini NH. Dini. Di usia yang senja dan kesendiriannya, beliau tinggal di Wisma Langen Werdhasih, Ungaran Semarang. Sebuah rumah untuk komunitas Lansia. Untuk menyambung hidup dan biaya kesehatannya, hendak menjual lukisannya yang bergaya dekoratif Tionghoa seharga 3-7 juta. Dua tahun ini hanya menambung hidup dengan menerima royalty honorarium karyanya. 

Siapa novelis NH. Dini telah melahirkan karya 30 karya sastra. 

Lahir dengan nama Nurhayati Sri Hardini Siti Nukati, di semarang 29 Februari 1936 dari pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Si bungsu lima bersaudara ini memiliki karater keras kepala. Maklum darah bugis juga mengalir dari tubuhnya. Minat menulisnya di tumbuhkan sejak tahun kelas III SD. Buku-buku pelajarannya di penuhi dengan ungkapan hatinya. Selain itu kisah Panji Wulung, Penyebar Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa yang di dongengkan ibunya memberikan pengaruh besar dan pembentukan watak akan lingkungan sekitarnya. 


Minat menulisnya dimulai tahun 1951. Dua tahun kemudian cerpen-cerpenya di muat di majalah Kisah, dan Mimbar Indonesia. Novel pertamanya, Dua dunia dirilis tahun 1956. Sejak itu karya-karyanya mengalir terus. Dan meledak Pada Sebuah Kapal, 1973, Perjalanan 1974, La barka, 1975, Namaku Hiroko, 1977. Karya-karya ini menyadur kisah hidupnya dengan baik. Sangat jarang novelis pada zamannya mengungkap realitasnya sendiri.

Sebut saja karya Pada Sebuah Kapal mengisahkan perselingkuhan. Antara dua keluarga yang tidak bahagia. Sri tokoh yang kehilangan Suputro,tunangannya yang tewas dalam kecelakaan pesawat terbang. Sri pun menikah dengan Charles Vincent dan tinggal di Kobe Jepang. Dari diplomat Prancis ini, Sri memiliki seorang anak dan bertahun–tahun hidupnya terus dipasung. Perjalanan dari saigon menuju Marseille “ Pada Sebuah Kapal, “ Sri bertemu Michel Dubanton komandan Kapal. Kisah kasih bersemi dari dua rumah tangga yang di ujung keretakan. 

Kisah ini bisa saja menyadur kisah hidupnya. Dini dipersunting Yves Coffin, Konsul Prancis di Kobe, Jepang, pada 1960. Pernikahan itu dikarunia dua anak Marie-Claire Lintang dan Pierre Louis Padang. Sebagai diplomat perjalanan hidup Dini melanglang buana. Tinggal di Jepang , tiga tahun kemudian pindah k Pnom Penh, kamboja. Tahun 1966 kembali ke prancis ikut suami . Disini Dini mengabdikan diri pecinta lingkungan dan tercatat sebagai anggota Les Amis dela Natura (Green Peace). Dia turut serta menyelamatkan burung belibis yang terkena polusi oleh tenggelamnya kapal tanker di pantai utara Perancis.

Pada 1976, ia pindah ke Detroit, AS, mengikuti suaminya yang menjabat Konsul Jenderal Prancis. Dini berpisah dengan suaminya, Yves Coffin pada 1984. Dini menentukan sikap dan memerdekakan dirinya.  

Karya lain tentang dirinya adalah Argentuil : HIdup Memisahkan Diri

Argetuil sebuah kota kecil di tepian Sungai Seine , kota Paris, Prancis . Setelah bercerai dengan Yves Coffin yang melanjutkan tugas diplomatnya di Amerika, Dini menjalani hari-hari bekerja sebagai Dame de compagnie -- wanita pendamping . Tuan Willm seorang pria langsia 70 tahun. Tugasnya merawat dan menjadi kawan bicara bagi Willm. Jika rekab, Dini menyalurkan hobinya menulis dan berkebun. 

Dalam buku ini, juga mengisahkan percintaan. Kisah lanjutan dengan Kapten Kapal. Dimulai dari undangan Angela saudara kapten. Kisah cinta manis ini berujung duka, karena sang kapten meninggal dalam kecelakaan. 

Karya –karya Dini menyita perhatian dunia. Dini mendapatkan SEA Write bidang sastra dari pemerintah Thailand dan penghargaan Prix de la Francophonie di kediaman Duta Besar Yunani untuk Indonesia Charalambos Christopoulos. Dalam negeri,Dini pernah meraih juara pertama penulisan cerita pendek “ Sarang Ikan di Teluk Jakarta “ dalam bahasa prancis se-Indonesia tahun 1988. Setahun kemudian mendapat hadiah Seni dari Kementerian P dan K untuk bidang Sastra. Pada tahun 1991 Dini kembali memperoleh Piagam Penghargaan Upapradana dari Pemda TK I Jawa Tengah. 

Setelah mendapatkan kewarganegaraan RI tahun 1985, Dini menetap di Indonesia. Usia tak membuat Dini lelah berkarya. Dengan bermodalkan 10.000 As dari suaminya , Dini bersama Teguh Asmar Siswanto, Sumadi, Sudono mendirikan pondok baca anak-anak di Sekayu, Semarang. 

Sayangnya di sekayu, Dini juga tidak bertahan lama. Pondok baca tempat anak-anak belajar dan mengisi waktu senggang harus digerus oleh perkembangan kota . Sekayu perkampungan di tengah kota Semarang tumbuh menjadi pusat kota terdapat gedung DPRD, Balaikota dan kawasan perkantoran. Bahkan menjadi kawasan komersial pertokoan dan mall . 

Dini dan komunitas pondok baca, pindah di kawasan Pandana Merdeka, Semarang, di pinggir sebuah lembah.Pondok baca ini pun tak berumur panjang karena rusak tertimbun longsor. Dini lalu hijrah ke jogya dan membuat pondak baca yang menghimpun anak-anak tak mampu dan terlantar. Semangat Dini mendirikan pondok baca menjadi embrio bagi banyak pendiri dan komunitas pencinta buku serupa. 
=====

NH. Dini adalah sedikit tokoh perempuan yang memperjuangkan pempuan. Dalam karyanya, kita akan menemukan perempuan yang bertarung melawan sekat-sekat subordinasi. Baik dalam demostik maupun public. Semua terbaca dalam karyanya berkisah tentang social kultur dalam perkawinan campuran, cinta segitiga, meluruskan bias gender dalam paham yang konservatif setiap jaman.

Kini, Dini tak mampu lagi berkarya. Kesendirian di ujung senja untuk tokoh besar seperti NH, Dini menjadi salah satu kisah kronis kehidupan penulis. Ketika Negara tidak mengatur reguliasi kebijakan untuk melindungi keberadaan para penulis sejarah. Maka tak heran kita akan menemukan epilog sedihnya di ujung senja kehidupan penulis. 

Tak heran jika sikap Sutan Takdir Alisyahbana melihat Indonesia. Menurutnya bangsa ini telah meninggalkan tradisi budaya dan menjadi antiintelektual. Jika penulis mulai tak dihargai bagaimana kita akan menciptakan generasi literature yang cinta baca. 

Untuk NH. Dini, kita yang muda, mestinya tergelik untuk membantunya. Sisihkan sedikit recehan untuk membantunya. 

Yang berminat, hub. Ariani Isnamurti no. HP 08179883592. atau setidaknya membantu menyebarkan pesan ini.

Makassar, Sembilam Belas Des Duaribu Delapan


NB: Disadur dari berbagai literature