Adu Strategi Menuju Markas Musuh | 07.49 |
Filed under:
|
Demi Harga Diri. Hari mulai terik setelah hujan menguyur Makassar semalam . Satu persatu berdatangan ke Warkop Daeng Anas. Tempat ini, menjadi tempat berlabuh dari berbagai komunitas. Ada wartawan, intel polisi, PNS kantor PU yang jaraknya hanya 20 meter dari warkop, komunitas politik. Semua tumpah ruah di warkop Daeng Anas.Hari ini yang mendominasi adalah wartawan dan Intel polisi…
Senyum kami kerap mengembang bahkan cenderung mengejek. Wartawan memang suka bising, mo aksi saja rebut, hingga intel memasang telinga dengan baik.
“ Punya chas HP “ tanya seorang berbaju putih kekar rautnya tak ku kenal bertanya pada Herwin. Belakang ku tau mengetahui dia itu intel, setelah dia bergabung dikomunitas intel .
Erwin berbisik “ Mer, omongan teman-teman di sadap, “Matanya melirik ke jendela terali tempat Hp berada.. “ Ati-ati bicara “ .. Kami mengikuti arah mata Herwin. Dengan iseng, ku cek Hp yang terchas , pura2 melakukan adegan yang sama.Benar juga sambil chas HP alat rekaman juga di aktifkan..
Oeh.. hari ini kita jadi kan demo kapolda, “ ujar Merah dengan suara lantang. Disambil teriakan setuju dari beberapa wartawan.
Kami mulai menunggu teman-teman berdatangan . Padahal sesuai janji, harus berangkat jam 11.00.Flaxiku bordering. “ Hallo, jam berapa berangkat ? “ suara Upi
“ Belum tau kak, ini masih nunggu teman-teman dan kak dahlan,”
“ jangan lama, khawatirnya tidak bisa masuk. Sebagian wartawan sudah ditahan di gerbang. Infonya mahasiswaku, “
“ kak upi bicara sama merah “. Flaxiku ku serahkan ke Merah. Tugasku mengontak teman-teman yang lain.Kak dahlan datang. Tanpa baju hitam. Padahal sesuai dengan massege ke teman-teman tadi malam, hari ini memakai baju hitam –hitam tanda berkabung.
“ Tidak ada baju hitamku, “ kak Dahlan menjelaskan sebelum ditanya. Dahlan Dahi adalah pimpinan redaksi harian tribun timur. Sejarahnya, dia aktifis wartawan Makassar bersama Sufriyansyah S. latief Harian Fajar, Lily Farid sekarang di NHK jepang, Husain Abdullah RCTI, Abd Haerah Tribun Timur, Herman Hafsa Metro . Kini generasi sudah beralih. Dan kamilah pemegang tonggaknya. Beberapa kasus telah dicoba di litigasi dan non litigasi. KAsus inilah yang terberat.
Suara nada panggil milik Erwin. “ bentrok di umi, “ Sms tertara di layar. Seperti lebah mengejar mangsa, wartawan berhamburan dan lari tunggang langgang dgn motor. Naluri jurnalisku juga memicu untuk berlari. “ Ivan kamu kesana, sekalian
“ Benar ndak, “ tanyaku menatap merah. “ mana kutau, kamu punya jaringan Umi, “ balas si big merah.
Tombol ku pencet, dua tiga nomor baru dari mahasiswa UMI, baru dapat data valid. “ Zero, isyu menyesatkan mer, “
“ Kayanya pengalian isyu, “ kata kak dahlan. Kak dahlan adalah pimpret Tribun Timur. Saat, pernyataan sisno akan mempidanakan wartawan, kak dahlan bersama kak Uki Fajar menjadi motivatir kami untuk melawan.
“ Kerja-kerja intelegen… jangan terpancing, “ katanya lagi. Aku dan merah tertawa, namun sempat khawatir juga, kalau bentrok benaran , gak dapat gambar bisa berabe deh.. Di mana-mana TV itu gak akan memberikan maaf pada kontri yang hilaf meliput bentrok atau peristiwa besar dan konflik fisik.
“ Kerja-kerja intelegen… jangan terpancing, “ katanya lagi. Aku dan merah tertawa, namun sempat khawatir juga, kalau bentrok benaran , gak dapat gambar bisa berabe deh.. Di mana-mana TV itu gak akan memberikan maaf pada kontri yang hilaf meliput bentrok atau peristiwa besar dan konflik fisik.
“ kak.. teman-teman itu dilarang masuk ke Mapolda, “ Merah memberitahu.
“ Bagus itu, bisa jadi berita, “ ujat Dahlan. Teori bad news good news nampaknya masih berlaku . Selain itu, kata Dahlan, ini akan menguatkan posisi lemahnya kapolda telah melakukan pelarangan terhadap wartawan.
“ Oke kita atur de, “ Merah menawarkan.
“ Yah.. sudah kita kerjai de, strateginya gimana, “ tanyaku… “ Kamu ada, “ balik nanya merahnya.
Suara Faxi berbunyi kembali. “ Hallo, iya iwan ..Gimana ? tanyaku menyimak. Iwan mengabarkan bahwa situasi di Mapolda, ada beberapa wartawan tertahan di pintu masuk. Iwan lolos kedalam
“ Bilang mau ketemu Humas Pak Hery, ada 18 anggota DRRD Sulbar dilaporkan oleh tim kuasa gubernur Sulbar Adnan , “ Iwan menawarkan solusi.
Selain kasus pemanggilan Upi, kasus lain yang menarik adalah konflik fatwa MA yang snegketa pilkada. Hasilnya, gubernur Sulbar terpilih Anwar Adnan Saleh, terbukti melakukan money politik dalam pilkada tahun 2006 lalu. Fatwa itu memicu putusan 18 anggota DPRD Sulbar mengeluarkan surat putusan memberhentikan Anwar untuk dig anti dengan Salim Mengga, kandidat yang lain.
Aryo dan Irma datang.Namun mereka memutuskan berangkat naik motor. Dahlan,Merah,Boim, Hendra Fajar TV dan aku di mobil tribun.
HP ku pencet. Menyampaikan pada Rizal Randa wartawan Sun Tv jaringan tiga station televise dibawah bendera MNC group, yang berangkat dengan teman-teman. Perihal kondisi terakhir dan alasan liputan tersebut. Rizal Randa memang ingin ke Mapolda untuk wawancara perihal kondisi Sulbar dinilai rawan pasca putusan 18 anggota DPRD pemberhentian gubernurnya. Penugasan dari kordanya Asrul Sun Tv.
“ Mer, bagaimana kalau kamu yang ngamuk di Mapolda, “ tawarku. “ biar seru, “
“ Jangan saya boz, kita ini sudah berkeluarga. Yang belum menikah saja, tidak ada beban, “ merah tertawa. Diantara kami berlima, hanya Aku dan Boim masih status single.
“ Lebih bagus Ana yang marah, nyaring teriakannya dna ekspresif, “ kata Hendra.
“ Iya Ana, kamu kan tukang dobrak . Sudah beredar surat edaran di cari wartawan yang menendang tulang kering polisi dengan sepatu cakarnya, “ Merah mulai berulah lagi. Tragedi menedang tulang kering itu terjadi saat demo di Mapolda pada saat pemanggilan pertama Upi sebagai tersangka. Aku sempat memberikan stempel sepatu merek commando ke tulang dan kaki polisi jaga.
Demo itu sempat ricuh, karena wartawna dilarang masuk ke Mapolda demo, namun kami berhasil menerbos masuk sampai dorong-dorongan dengan petugas jaga.
Dahlan tertawa, “polda ini salah langkah. Tertahan itu makin menguatkan Sisno anti kriminalisasi pers. Sekarang melarang wartawan meliput itu salah, “ ( mer.. tolong ingatkan teks apa lagi ..)
Puluhan Petugas Jaga siaga. Lalu lintas di gerbang normal. Para pengunjung hilir mudik tanpa halangan. Eki masuk melewati pintu gerbang menuju ruang Reskrim Polda. Suasana masih sepi, Eki melihat jam tanganya, waktu masih pukul 11.00 wita, upi dan rombongan belum jua datang.
“ Lebih baik menunggu diluar, sapa tau ada apa-apa, “ bisik hati Muzakkir Akib yang dipanggil Eki. Di pintu gerbang, Eki melihat wartawan TV one Nur sempat berdebat dengan petugas jaga.
“ saya wartawan pak!, “ Nur megeluarkan kartu identitasnya.
“ Tidak bisa, kami tunngu di luar saja, “petugas tak kenal kompromi.
Nur mengundurkan langkah keluar gerbang. Secara naluri, Eki pun keluar .
Pukul 12.10 wita, jumadi , wartawan tribun datang. Melihat teman-temannya hanya berdiri di gerbang, istingnya berbisik. Motor jumadi mendekati Eki, “ ada apa ?” tanyanya. “ Gak bisa masuk” . Keduanya pun berbisik.
“ Oke,” ujar Eki.
Pelahan motor Honda fit ZR mendekati gerbang yang terbuka setengah. Beberapa kendaraan masuk tidak tertahan. Kali ini Jumadi mendapat perlakuan istimewa.
“ Mau kemana ? “ tanya Eko, polisi jaga.
“ Ke dalam polda pak, “ jawab Jumadi.
“ Dari wartawan kah !”
“ Iya pak, “ jawab Jumadi.
“ Tunggu di sini di, “ kata Eko menunjuk luar pagar.
“ Kenapa di larang masuk? “ jumadi tak terima. Kesal dengan ulah penjaga, perlakuan ini tak pernah diterimanya. Selama posting di polisi, tak pernah ada larang bergitu ekstrim. Bahkan alasan masuk ke Mapolda karena dia adalah wartawan. Bah…
“Kenapa dilarang masuk, Biasanya tidak dilarang, “
“Memang perintahnya begitu pak,sementara” Eko sambil memutar-mutar badannya gelisah. Dua polisi yang lain merapat.
“Sapa yang memerintahkan, “ Jumadi memburu pertanyaan Eko.”Pak kapolda? “
“ Saya hanya menjalankan perintah saja,”
Idris petugas polisi yang lain mendekat. “ Kalau wartawan kepentinganya apa? “ Idris melunak .
“ Banyak pak yang mau di wawancara di dalam, wakapolda atau kapolda yang perintah kan di larang, “.
“Wakapolda” idris menjawab lemah. Namun suara itu terekam di kamera Eki.” Wakapolda pak di, ‘ ulang Jumadi. Merasa tak ada gunanya dan cukup bahan Jumadi memutar motornya.,sedangkan satu motor zuzuki merah masuk tanpa halangan.
Meski dilarang masuk. Jumadi, Eki dan Ancu TV one dan mahasiswa Upi tetap bertahan di pintu masuk
Satu persatu.Para penjaga pun siaga. Ada yang menjaga gerbang, mengamati tingkah lalu waratawan dan ada juga yang spesialis menanyakan keperluan siap kendaraan yang masuk.
Begitu wartawan mulai berdatangan, pintu pun di perciut. Jalur terbuka hanya berukuran setengah meter dari luas gerbang 4 meter.
Mobil tribun merapat mendekati pagar yang terbuka setengah. Seperti kami duga, larangan berlaku buat kami meski kak dahlan sudah mengatakan akan bertemu dengan Hery Saban Sauri Humas Polda. Tetap saja tak bisa. Dahlan langsung merapatkan mobil ke tepi trotar , kami turun dan bergabung dengan yang lain. Dahlan merapat ke pintu untuk negosiasi, pintu makin diperkecil.Secara naluri semua wartawan merapat dan sebagian mulai menjalankan tugas liputan.
“ Beritahu kami alasannya apa tidak bisa masuk, “ tanya Dahlan. “ teman-teman mau meliput ,apa tidak boleh” kata Dahlan. “ Panggil humas mu ato sapa yang bertanggung jawabkita bicara di sini, “ . Tapi petugas tetap saja dengan argumennya dan tak bergeming melebarkan pintu. Negosiasi mengalami kebuntuhan. Suasana hati mulai panas. Beberapa wartawan berteriak memaksa .
“ Kenapa tidak boleh masuk, ini pidana pak tidak boleh meliput itu pidana..” Aryo mencoba menakut-nakuti petugas . “ Sapa yang melarang, sekalian kita laporkan saja kalau begini caranya, cari wakapolda minta keluar stegmen disini , “
Penyakit kecil kambuh lagi, manjat di pagar dan teriak, “ Ayo keluar hadapi kami, mana pak Heri itu, “ teriakku. Sialan, dasar wartawan kamera mengarah ke aku. Tangan petugas menyuruhku turun . Dari dalam kami melihat pak Siswa bagian kehumasan merapat ke pagar.
“ Pak siswa, bagaimana ini.. kami datang meliput kenapa dilarang, ayo apa alasannya, “ suara wartawan yang marah saling menimpal.
“ Kalau meliput, saya rasa tidak, “ ujar siswa. Suara bisikan dari prajurit membuat siswa balik terdengar laporan bahwa larangan masuk karena wartawan akan demo.
“Dilarang itu demo, “
“ Tidak ada demo pak, “ suara wartawan serempak.
“kami paham kalau mau demo ada surat pemberitahuan, “ kata Herwin. “ ini mau liputan, “
“ Lebih parah lagi kalau kita ngumpul di sini, ‘ Hendra menimpali.
“ Tadi ada laporan Sulbar kita masih tertahan, tidak demo kok pak.. gak bawa perangkat aksi kita, “ kataku.
“ Meliput bisa, coba saya tanyakan kedalam dulu” Pak Siswa berlalu menuju gedung besar Mapolda. Suasan mulai lebih rileks. Penyakit gila foto kembali kambuh. AKu dan merah narsis gaya lagi, di balik gerbang . Sejumlah jurnalis foto dan tv mengabadikan. Lebih ekstrim lagi maman Sindo kami bergaya seperti orang terapasung dan cenderung akan mendobrak pagar. Reka moment. Sekali sekali kami berdua merayu pertugas jaga. Iwan datang bergabung.Sebelumnya dia sempat lolos masuk kedalam dan mengambil tiga secand gambar. “ ada ji gambar nya kak upi masuk . Pas di dalam ruangan dilarang ma ambil dan diusir, “ bisik iwan padaku.
“Swttt.. pak Eko kok loyo, eksen dong pak, “ teriak ku menggoda saat Eko akan di jepret fotografer.
“ Ada kantin di dalam gk pak, “ kata merah sembari memegang perutnya. “ Sambil nunggu izin bagus kita makan-makan dulu did alam.. bagamana to pak, ‘ Tanya Merah ke pak Idris.
“ Saya mo shalat pak, ada musallah to .. “ tunjukku. Polisi tak juga bergeming, padahal jam 13.00 wita. “Bapak akan masuk neraka karena melarang orang shalat, “kataku lagi.. Tetap aja tidak bergeming.
Aku dan merah menyerah, kehabisan akal.
Aku mengontak jaringan AJI Indo dan AJI Jak juga mengabarkan kondisi pelarangan liputan.
“ Jangan salahkan polisi melarang kita, karena hanya menjalankan tugas atasannya. Lawan kita adalah Kapolda’ teriak Jumadi sambil menunjuk kea rah Gedung.” Kapolda yang mengusir kita,kapolda yang harus tinggalkan Makassar, “
“Lima menit tidak ada jawaban, kita pulang, Kapolda sudah melarang kita meliput disini, “ peintah Jumadi membuat wartawan menjauhi pintu gerbang.
Wajah petugas mulai tegang. Mereka mendekati gerbang yang terbuka hanya 30 meter. Kami masih saja iseng menggoda orang yang akan keluar. “ Manjat ki, tidak bisa masuk, “ teriakku..Merah mulai di wawacarai oleh radio Suara Celebes FM.
Tiba-tiba ada pasukan dari arah kiri sekitar 200 meter terlihat olehku..
“ Ada pasukan, oeh maju, “ tantangku sambil lompat-lompat.. Yang lain pun merapat dan teriak. Merah dan Herwin pun heboh. “ ayo maju… maju..”
Melihat reaksi wartawan, pasukan Huru Hara bersenjata lengkap berjumlah kurang lebih 30-an pun mundur dengan sendirinya. Kami tertawa, pasukan huru- hara hanya diterjungkan kalau kondisi mulai panas. Biasanya pasukan huru-hara turun jika terjadi kekacauan contohnya dalam aksi unjuk rasa dan bentrokan missal. Kini, nyaris saja menghadapi wartawan yang mengadalakan pena, kamera foto dan camera video,. Sungguh lawan yang tak seimbang.
“ Mau shalat dulu pak di Musallahnya pak, “ Merah berteriak lagi… “ Iya mau shalat, sahut yang lain
Pak siswa keluar lagi, sebagian berkerumun lagi. Sebagian wartawan melaporkan ada pasukan huru hara yang akan mengamankan wartawan.
“ Bukan itu dari polsek, “ ujar Siswa menenangkan suasana.
“ Mana ada pasukan huru hara dari polsek, siapa yang mau di hadapi .. kami” teriak wartawan lagi.
Tangan siswa meminta wartawan tenang. “ Tidak dilarang, kalau mau meliput silakan saja.Tadi itu ada informasi bahwa wartawan akan demo, “
“ Kalau ada demo ada perangkat aksi, “ Hendra menegaskan . “sapa yang melempar isyu ini harus juga diusut, “ tegas Hendra.
“Tidak ada pelarangan, infonya ada mau demo, “
“ Buktinya kita ditutupkan pintu. Mulai satu terus dua orang,sampai lima orang. Kalau mau demo ada surat izin dan ada atribut , “ katanya.
“Semua kan begitu pintu ditutup.Kan ada isyu akan datang wartawan mau demo, sudah silakan masuk, “ katanya.
Negosiasi buntu. Siswa tak bisa meredam marah wartawan. Kami serempak meninggalkan lokasi, sebelum beranjak. Siswa sempat mendekati mobil dan berbicara dengan Dahlan.
“Tidak dilarang masuk, hanya saja salah informasi“ Siswa berupaya menjelaskan.
“Sudah lah pak, bilang sama pak Hery kalau dia butuh kami dia telpon terus menerus dan kami layani dengan baik. Giliran kami butuh dia tidak keluar temui kami lagi. Bilang orang tribun tidak akan menghargai dia lagi, “ Dahlan berkata dalam marah sambil menunjuk kearah dalam.
Siswa hanya bisa tersenyum kecut. Kami tau, perasaan pak siswa tentu tak enak.Selama ini hubungannya dengan wartawan baik. Namun perintah atasan tak kuasa ditolaknya. Pak siswa pernah satu hari mengeluhkan pada kami, lebih baik pindah tugas saja dari pada menanggung beban dilemma. Sisi lain berkawan dengan wartawan sementara kepingan lainya tak kuasa melawan perintah atasan. Korps , salah atau benar, komandan harus dibela kehormatannya.
Sepanjang perjalanan kami tertawa. Pengalaman ini lucu dan seperti diharapkan.
“ Sisno tidak akan bisa tenang ini liat berita besok, “ kata Dahlan. “ Tidak mau mi sisno baca Koran”
“Sudah mi headline di semua Koran, “ sambung merah.
“Dan tayang disemua tv, dia matikan juga tvnya, “ tambahku. Kami mengolok-olok sisno membayangkan menjadi autis terhadap media massa.
Pukul 15.45 (cek ulang waktunya) wita, detik.com menaikkan berita tentang pelarangan wartawan. Perihal pelarangan pun tersiar ke sejumlah jaringan dan wartawan tempat kami bekerja. Kami hanya rehab sejenak di warkop daeng anas. Aku dan merah menerima pesan yang sama dari upi yang mengabarkan pemeriksaan nya telah selesai.
“ Ada berapa pertanyaan kak ? “ kataku di telpon. “ Hanya tiga pertanyaan setengah jam saja, “ jawabnya . Tak lama kami bertemu di warung kopi anas bersama tim pengacara.
Menurut Upi, pertanyaan itu masuh seputaran tambahan saja..( lupa ka.. ini harus ku tanya ulang sm kak Upi.
Kesibukan kami meningkat. Di Aji aku membuat realize untuk di kirim ke media terkait pelarangan wartawan meliput di Media. Aku mengontak mas item, dia minta tuk dikirim ke milist Aji saja. Suasana dia Aji makin sibuk dan rame. Kepala ku makin puyeng, bebannya makin berat. Aksi hari ini akan member dampak yang besar di kemudian hari. Perlawanan kami akan teruji oleh waktu, sisno seakan tak jera menyerang kami.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar