Selagi Perlawanan Menyebar, Surat-surat Itu Datang lagi 06.27

Setelah Rehab. Liburan di Bali selama tiga hari lumayan menyenangkan. Refres diri dari masalah dan membuang suntuk di pantai Sanur dan Kutai, kini, aku mulai menjalani rutinitas.Meliput peristiwa dan ketegangan yang terjadi di Makassar. Ups… Makassar memang gak ada matinya, panas cuaca dan panas pula karakter masyarakatnya. Hari pertama liputan di sambut dengan bentrok mahasiswa Univ Indonesia Timur dengan satpam . Bentrok ini dipicu aksi mahasiswa mempertanyakan status kampusnya. Hari kedua liputan ricuh di kampung Lette, 16 rumah di gusur pemkot . Alasannya mereka bagunan liar. Padahal pemda juga menjual tanah yang asalnya dari laut losari dan tertimbun dengan status kepemilikan Negara ke Lippo Karawaci di kawasan tangjung bunga. Di tanjung Bunga, Bangunan liar tak hanya milik rakyat tapi juga pemerintah.Bahkan Jusuf Kalla. 


Rutinitas itu terhenti sejenak. Sebuah kabar mengusik lagi. Kali ini datangnya dari Polda Sulsel. Halloku berkali-kali menerima pesan yang sama “ Herwin dan MUchlis di panggil lagi oleh Polda” . Telpon berdering menguatkan info itu, juga merusak konsentrasi liputan di PLN. “ Hei.. Herwin dan Muchlis itu di panggil lagi, bagaimana, “ Suara Upi “ kita bisa ketemu malam ini? “ …

Aku tidak mengiyahkan. Sebab agenda malam ini bertemu dengan kakak spiritual . Waktu terus berjalan kami saling mengabari dan berjanji untuk bertemu. Beruntung k’ Mus ada janji dengan yang lain sehingga kami mengagendakan ulang pertemuan. 

Messege “Pertemuan di gelar di Gapensi , depan Bentreng Rotherdam “  

Gerimis jatuh dari langit. Pukul 21.10 wita, kendaraan motor kupacu dengan kecepatan tinggi menuju jl. penghibur . Melintasi pantai losari tanpa hambatan. Sebab semua orang memilih berteduh di café-café dan mungkin juga sebagian anak gaul yang biasa mangkal ,meringkih di rumahnya ketimbang tumpa ruang di jalan penghibur. Jika hari normal, jalan-jalan sepanjang pantai akan sesak dengan kendaraan. Sejumlah café-café dan toko-toko sepanjang jalan akan sesak dengan manusia. 

Aku tiba di Gapensi. Hanya ada dua orang yakni Upi dan Icha . Sedangkan selebihnya ada sekelompok anak muda bersebelahan dengan meja Upi. “ Kita nunggu teman-teman yang lain, “ kata Upi. “ Si Herwin mau ke sini , “ tambahnya. 

Detik terus menghitung.. Orang-orang yang kami harapkan tak jua muncu . Kabar sms dari iwan dan Opi Lau tak bisa hadir. Kalau merah sudah pamit dari tadi sore tidak bisa datang. Untuk mengurangi rasa suntuk, aku bermain gitar. Lagunya Hujan milik Utopi dan Jauh penciptanya masih diperdebatkan. Ada kerinduan yang menyengat. Entah pada siapa….Senandungku membuat beberapa orang ikut bernyanyi.

Aryo datang lengkap dengan ransel gedenya. Aku memesan minuman tuk mengusir rasa kantuk dan teman diskusi. Pesanan bervariasi, tergantung selera. Hanya berselang beberapa menit, Herwin, Asrul dan dua temannya datang.Herwin menyerahkan surat.  

Logo dan Materinya tetap sama. Tak ada perubahan hanya tanggal yang berbeda. Senin 9 Desember , surat pemanggilan saksi atas nama Herwan Bahar dan Muchlis dua wartawan fajar Group dilayankan Polda Sulawesi Selatan. Huh… sepertinya sisno tak jera mengejar wartawan yang dianggap mencederai nya. Bila kekuasaan menjadi alat penekan, haruskan kita menaruh hormat padanya . 

“Jangan hadiri “ Pinta Upi, usai membaca suratnya kemudian kami giliran membaca surat pemanggilan. 

“ Tapi kantorku bilang hadiri, “ jawab herwin. Semua mata menatapnya tajam. 

“ Kak Alim yang bilang, didepanku.” Herwin menegaskan. Alim bernama Nur Alim Jalil, wakil pimpinan redaksi harian Fajar. Kak Alim menentukan kebijakan selama Supriyansyah S. Latief berada di Belanda. 

“ Nanti saya hubungi kak Uki, dia bilang jangan hadir, “ kata Upi. 

Ketegangan sempat berlangsung, Antara kami dengan Herwin yang mempertahankan sikap kantornya. Aku mahfun, secara fisikologis Herwin berada di posisi tak nyaman. Setelah panggilan pertama ditolak hadir, kini pemanggilan berlanjut. Menurutnya, Kuasa HUkum Fajar Ridwan Joni Silamma mengatakan bisa menghadiri. 

“ statusmu bisa naik dari saksi menjadi tersangka. “ ujarku. “ tolong dipertimbangkan dan sampaikan ke Kak Muclis, “ 

Aryo menambahkan. “ Ini juga materi baru, delik pers. Kamu sebagai wartawan sudah menjalankan tugas yang benar”. Herwin dan Muchlis dipanggil terkait pemberitaan pernyataan Kapolda Sisno di Jambore Pers yang diadakan PWI bulan Mei Lalu. Di hadapan jurnalis dan khalayak, sisno mengkampanyekan, wartawan bisa dilaporkan ke polisi jika nara sumber merasa di rugikan. Pernyatan itu yang koalisi jurnasli tolak kekerasan pers sebagai kriminalisasi pers. Karena sisno berkampanye KUHP menapikkan Hak jawab dan dewan pers sebagai jalur yang ditempu jika ada sengketa pers.

“ saya juga saksi kapolda bilang apa.. dan beberapa teman siap tuk bersaksi, “ icha menjelaskan. “ Tapi kenapa saya tidak di panggil.. Lolos kah, padahal muat di Okezone..” 

Selasa, sepuluh desember duaribu delapan. 

0 komentar:

Posting Komentar